CERITA RAKYAT
SEJARAH
KODE RAE KETURUNAN KERAJAAN TODO DAN POCOLEOK DI SATARMESE
(IGNASIUS
YUDIANTO SEHADUN, SISWA KELAS XII SMA ITENG)
Sejarah
tentang kode rae yang merupakan keturunan dari dua kerajaan besar di
Satarmese dahulu kala, mungkin masih banyak orang yang belum mengetahuinya.
Sejarah kode rae yang merupakan keturunan dari dua kerajaan besar ini
dapat menggugah hati kita agar lebih mengetahui sejarah-sejarah yang terdapat
di daerah kita.
Pada
masa kerajaan dahulu, ada dua kerajaan di Satarmese atau lebih dikenal dengan
istilah kedaluan, jadi ada dua dalu yaitu Dalu Todo dan Dalu Pocoleok. Diantara
dua kerajaan ini, kerajaan Todo yang lebih memegang hak kekuasaan dibandingkan
dengan kerajaan Pocoleok walau menurut beberapa cerita di masyarakat orang
Pocoleoklah yang pertama kali mendiami daerah Satarmese.
Singkat
cerita, pada masa itu Raja dari kerajaan Majapahit mengadakan sayembara untuk
semua raja di seluruh Nusantara termasuk Raja kerajaan Todo dan Raja kerajaan
Pocoleok. Sayembara tersebut memiliki persyaratan yaitu, barang siapa yang memiliki ayam dan
kuda yang berhasil mengalahkan ayam Raja Majapahit dalam sabung ayam dan dapat mengalahkan kuda Raja
Majapahit dalam pacuan kuda, akan diangkat menjadi menantu oleh Raja kerajaan
Majapahit dan akan dinikahkan dengan putrinya.
Ketika
mendengar sayembara tersebut Raja Pocoleok yang aslinya memiliki kekuatan gaib,
atau orang Satarmese menyebutnya dengan istilah mbeko segera mendaftarkan dirinya. Raja kerajaan Pocoleok yang
memiliki kekuatan tadi, bukannya membawa ayam dan kuda tetapi membawa kucing
hutan (Nggaro) dan rusa (Tagi) yang telah ia ubah menjadi ayam
dan kuda untuk bersaing dengan ayam dan kuda milik Raja kerajaan Majapahit.
Akhirnya
seimbara dimulai, semua ayam dan kuda milik Raja kerajaan lain tidak mampu
mengalahkan ayam dan kuda milik Raja kerajaan Majapahit, tinggal ayam dan kuda
milik Raja kerajaan Pocoleok. Ketika ayam Raja Majapahit dipertemukan dengan ayam Raja Pocoleok yang aslinya kucing
hutan( Nggaro) tadi seketika ayam Raja Majapahit mati diarena sabung ayam,
selanjutnya kuda Raja Majapahit melawan kuda Raja Pocoleok, dikarenakan kuda
Raja Pocoleok yang aslinya adalah rusa( tagi) tadi sehingga kalahlah kuda milik Raja Majapahit dan akhirnya Raja
Pocoleok diangakat menjadi menantu oleh
Raja Majapahit dan menikahi putrinya.
Setelah
Raja Pocoleok menikah dengan putri Raja Majapahit, Raja Pocoleok membawa
istrinya tadi kembali ke Pocoleok Satarmese dan menjadi Ratu kerajaan Pocoleok.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, Raja Pocoleok dan istrinya dikaruniai
satu orang anak perempuan yang begitu cantik rupawan dan orang Pocoleok sering
memanggilnya dengan sapaan Ndu Jawa (anak cantik Jawa) dikarenakan
ibunya yang berasal dari Jawa. Ndu Jawa kemudian tumbuh menjadi sosok gadis yang begitu cantik
sama seperti bidadari atau orang Satarmese menyebut molas Neho Darat.
Pada
waktu itu Raja kerajaan Todo yang aslinya sudah memiliki istri, hendak mencari
selir atau istri baru lagi dan menurut budaya orang Satarmese kala itu, jika
mencari jodoh ditanya kepada adok atau belalang sembah dengan sebuah lagu,
o.....adok nia daku wina o.... adok.....? Belalang sembah itupun
menunjuk ke arah Kerajaan Pocoleok, dengan segera Raja Kerajaan Todo langsung
berangkat menuju Pocoleok. Sesampai di Pocoleok Ia melihat anak Raja Pocoleok Endu
jawa yang begitu cantik, oleh karena kekuasaan tertinggi berada di tangan
Kerajaan Todo, Raja Pocoleok bersedia memberi anaknya untuk dipinang oleh Raja
Todo.
Singkat
cerita Raja Todo dan Endu jawa menikah dan tinggal di Todo. Tidak lama setelah
itu Endu jawapun hamil, selama hamil Ia selalu berkunjung ke Pocoleok. Akibat
terus-terusan pergi ke pocoleok Istri pertama dari Raja Todo memfitnah Endu
jawa bahwa Endu jawa memiliki selingkuhan di Pocoleok, itu makanya Ia sering
pergi ke Pocoleok. Raja Todo yang mendengar hal itu langsung mengusir Endu jawa
dengan kondisinya yang sedang hamil besar. Tidak lama setelah itu, Endu jawapun
melahirkan seorang anak laki-laki dan anak itu bergelar ata paci kode rae.
Lambat laun Kode Rae ini tumbuh menjadi pemuda yang gagah, sakti dan menguasai segala
ilmu. Karena kesaktianya orang-orang memberi gelar kepadanya "PAKI TOE
TAMA, TAPA TOE MUNTUNG, ANGING TOE MELE", Jika dalam bahasa
Indonesianya " DIBACOK TIDAK MEMPAN, DIBAKAR TIDAK HANGUS, BERENANG TIDAK
TENGGELAM" . Kesaktiaannya terdengar di mana-mana, dan cerita tentang
dirinya didengar oleh ayahnya Raja kerajaan Todo.
Pada suatu kesempatan Kode Rae
bertemu dengan ayahnya Raja Todo, lalu Raja Todo bertanya langsung kepada Kode
Rae, siapa ibunya. Setelah mendengar cerita Kode Rae Raja Todo langsung
memeluknya dan memberitahunya bahwa Ia adalah ayahnya. Lalu Raja Todo mengajak
Kode Rae agar tidak tinggal di Pocoleok melainkan tinggal bersamanya di Todo.
Pada suatu hari Kode Rae diamanatkan oleh ayahnya Raja Todo untuk memimpin
rampas atau perang dengan orang Bejawa di perbatasan Manggarai dengan Ngada,
yaitu Wae Mokel.
Pada perang inilah kisah Kode Rae
selesai, Ia rela mengorbankan dirinya demi pasukannya. Sebelum Ia menyerahkan
dirinya Ia memberi tahu kepada pasukannya dan orang Bejawa ," Eme lage boa daku meu awo mai, tewo darah sale
ami, Eme lage boa daku meu sale mai, tewo darah meu awo" . Lalu Ia
menyuruh orang Bejawa menggali tanah yang akan dijadikan kuburnya, sedalam lima
meter dan menyiapkan wase lincor atau kayu yang menjalar untuk
mengikatnya. Setelah semuanya itu, dengan kesaktiannya sendiri Ia menghilangkan
nyawanya.
Dari kisah Kode Rae ini kita
mengetahui bahwa Kerajaan Todo yang sekarang kita kenal sebagai tempat ziarah
memiliki hubungan dengan Pocoleok, jika dalam adat Manggarai kerajaan Todo
sebagai anak wina dan Kerajaan Pocoleok sebagai anak rona.